Rabu, 31 Agustus 2016

Komitmen Kelautan Nasional



Komitmen Kelautan Nasional[1]
 
Oleh: Ali Thaufan DS 
 
Komitmen kuat Presiden Joko Widodo untuk membangun kelautan Indonesia disampaikan saat pelantikanya 2014 lalu. Ia mengatakan “Jalasveva Jayamahe”, yang artinya di laut kita jaya. Salah satu konsep untuk memperkuat kelautan Indonesia adalah membangun “Tol Laut” untuk mengefektifkan transportasi barang antarpulau. Selain itu, pemerintah juga menambah anggaran Alutsista TNI, termasuk TNI-AL untuk memperkuat wilayah kelautan Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia yang dijabat Susi Pudjiastuti membuat “gebrakan” dalam beberapa kesempatan. Salah satu kebijakan populisnya adalah penenggelaman kapal-kapal negara tetangga yang mencuri ikan di wilayah laut Indonesia. Kebijakan Susi mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Keberaniannya menindak tegas pelaku pencurian ikat merupakan menerjemahan dari kedaulatan Indonesia di laut.

Wacana penguatan kelautan belum sepenuhnya berjalan baik. Meski kebijakan tegas diterapkan bagi pencuri ikan, kasus tersebut tetap saja terjadi. Pencurian ikan di laut Indonesia menyumbang kerugian besar bagi negara. Data lembaga riset Fisheries Resourses Laboratory menunjukkan bahwa kerugian dari pencurian ikan di laut Arafura mencapai sekitar Rp. 520 triliun selama satu dekade hingga tahun 2014. Perkiraan kerugian juga disampaikan organisasi pangan PBB, yang pada tahun 2001 memperkirakan bahwa pencurian ikan di Indonesia telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 30 triliun.

Tempo merilis wilayah laut Indonesia yang rawan menjadi sasaran empuk pencuri ikan dan besaran tangkapan pencurian ikan sebagai berikut:  Selat Malaka diperkirakan 509,1 ton; Laut Natuna 567,8 ton; Laut Sulawesi 255,4 ton; Laut Maluku 498,3 ton; Laut Banda 456,3 ton; Laut Arafura 445,5 ton; Teluk Cenderawasi 138,1 ton; Laut Nusa Tenggara bagian Selatan 500,6 ton; Teluk Bone 621,2 ton; Laut Jawa 866,4 ton; Selat Sunda 576,6 ton.(Koran Tempo 22/6/2016).

Kemarahan Pemerintah Indonesia atas kasus pencurian ikan akhirnya memuncak ketika TNI-AL menangkap beberapa kapal milik pelaut Cina yang berada di perairan Natuna. Cina yang mengklaim memiliki zona penangkapan ikan tradisional di Natuna. Tetapi, Indonesia tegas menyatakan bahwa wilayah perairan tersebut adalah milik Indonesia, dan Cina telah mengakui wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia sejak 1996.

Selain kasus pencurian ikan di wilayah perairan, Indonesia juga kerap dibayangi dengan kapal-kapal Indonesia yang dibajak oleh oknum yang mengaku anggota terorisme kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Peristiwa pencurian ikan dan pembajakan menunjukkan lemahnya keamanan wilayah kelautan Indonesia. 

Besar dan luasnya wilayah laut Indonesia menyimpan banyak kekayaan alam. Di laut, selain ada ikan, juga ada mutiara, minyak dan sebagainya. Hal inilah yang mengundang oknum untuk melakukan kejahatan di laut.

Sejarah Indonesia mencatat bahwa masa kejayaan di laut pernah diraih para pendahulu negeri ini. Kejayaan kelautan Indonesia bahwa diakui para peneliti londo yang konsen menulis sejarah Indonesia. Nama-nama seperti Denys Lombard, Bernard Vlekke, juga pendahulunya Thomas Raffles mencatat kejayaan nenek moyang Indonesia di laut.

Denys Lombard misalnya, mengulas bagaimana kejayaan di laut dan bagaimana Islam masuk melalui pesisir utara laut Jawa. Denys menyajikan dimensi kemajuan “Islam di Indonesia”. Islam dan pelaut Indonesia tempo dulu seperti sulit dipisahkan. Di Indonesia, Denys menyebut pernah ada kejayaan laut, menggambarkan kekuatan pelaut kita seperti: orang Mawken dari Kepulauan Mergui, dan juga orang Danjia dari Guangdong. Melalui mereka, Islam menyebar dari Barat ke Timur. 

Denys juga memberi catatan dan bantahan, bahwa pelaut ulung hanya berasal dari luar Jawa. Hal itu tidaklah tepat. Masyarakat Jawa yang diasosiasikan sebagai masyarakat yang “takut laut” karena mitos laut Kidul tidaklah benar sepenuhnya. Tidak berbeda dengan pelaut luar Jawa (seperti: Sulawesi, Sumatera, Maluku dan Ambon dll), pelaut Jawa juga menorehkan sejarah kebesaran maritim. Bahkan, kapal-kapal dari pesisir utara laut Jawa dibuat dengan ukuran yang besar (untuk ukuran saat itu) dan mampu mengarungi luas samudera. 

Sekali lagi Denys tak sungkan menyebut: Islam menyebar melalui pelaut. Bahkan ia menyebut orang laut sebagai “penggerak Islam Jawa”. Meski, tentu bukan pelaut saja yang menjadi faktor utama penyebaran Islam di Indonesia.

Thomas Raffles dalam The History of Java juga mengungkapkan kejayaan pelaut-pelaut Indonesia. Berbeda dengan Denys, Thomas “mendikotomi” orang Jawa sebagai kaum agraris, dan orang bugis sebagai pelaut. Dan, Thomas tidak bisa memungkiri bahwa bangsa Indonesia pernah memiliki kekuatan besar di laut.

Kekuatan laut Indonesia dulu, seperti disinggung penulis di atas juga memberi sumbangan bagi berjalannya roda perekonomian. Berton-ton barang seperti rempah-rempah hilir mudik dari satu pulau ke pulau lain. Kekuatan laut juga dimulai sejak di sungai-sungai. Masyarakat menggunakannya sebagai transportasi perdagangan.

Menjaga laut Indonesia tidak cukup hanya dengan membaca sejarah kebesaran kekuatan kelautan tempo dulu. Generasi sekarang butuh kesadaran, pertama, bahwa bangsa ini adalah bangsa yang juga bertumpu pada kekayaan laut, bukan tanah semata. Tanah dan air tidak bisa dipisahkan. Itulah mengapa kata “Tanah Air” menjadi bait pertama dalam lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Tidak hanya itu, kata “Tanah Air” juga menjadi lagu-lagu lain, yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD). Kesadaran sejak dini akan kekayaan laut akan menumbuhkan semangat menjaga laut kita.

Kedua, komitmen pemerintah telah diucapkan dalam sumpah untuk membangun kekuatan laut yang hebat. Ini jangan sekedar janji. Implementasi dari janji harus diwujudkan melalui progam prioritas dan dukungan anggaran yang dikucurkan. Semangat membangun laut kita, jangan tertulis di atas kertas saja. Ada banyak pesisir diberbagai pulau yang menyimpan potensi ekonomi kreatif, pariwisata, dan ini semua butuh kemauan serta kerja nyata dari pemerintah untuk membangun kelautan kita.


[1] Suara Karya, 9 Agustus 2016

1 komentar: