Optimisme RAPBN
2017 (Catatan atas Kebijakan Pemerintah)
Oleh: Ali Thaufan DS
Penyusunan
dan pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) TA 2017
diiringi dengan rencana kebijakan pemerintah yang akan pemotong (istilah lain
yang digunakan: penghematan) belanja kementerian/lembaga dan dana transfer ke
daerah dan dana desa di APBNP 2016 yang akan dilakukan September-Desember.
Seperti
disampaikan, pemerintah akan memotong anggaran kementerian/lembaga sebesar Rp.
64 triliun dan dana transfer ke daerah sebesar Rp. 70 triliun. Hal itu
menyebabkan adanya sedikit kecemasan –atau bahkan keputusasaan- dengan
target-target yang akan ditetapkan oleh pemerintah di 2017. Muncul pertanyaan:
untuk apa menargetkan pendapatan dan belanja pemerintah terlalu optimis jika
akhirnya dipotong dikemudian hari?
Sri
Mulyani yang belum lama ini diangkat menjadi Menteri Keuangan segera melakukan
kebijakan “mengagetkan”, yaitu pemotongan anggaran. Ia pun menegaskan bahwa
pemotongan dilakukan karena ada pemborosan, seperti perjalanan dinas
kementerian/lembaga. Oleh sebab itu, ia menilai bahwa APBN perlu disusun secara
hati-hati, kredibel, bijak dan berkelanjutan. Sadar akan kondisi ekonomi global
yang kerap tak menentu, perempuan yang pernah mendapat penghargaan menteri
keuangan terbaik itu tetap penuh optimis menatap ekonomi Indonesia 2017.
Tulisan
ini mencoba “menganotasi” dan mengomentari RAPBN 2017 dan pandangan pemerintah
terhadap ekonomi 2017. Basis utama RAPBN 2017 tentu saja pengalaman APBN
sebelumnya dan Peraturan Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) No 45
tahun 2016. Penulis menggarisbawahi terdapat beberapa isu krusial yang
dibincangkan dalam pembahasan RAPBN 2017, yaitu: target penerimaan pajak, belanja
pemerintah, penyerapan anggaran, dan keuangan daerah.
Penerimaan
pajak menjadi hal yang patut diperhatikan, pasalnya penetapan yang terlalu
tinggi bisa menimbulkan resiko besar terhadap kebijakan fiskal negara.
Pemerintah menyampaikan jika hal tersebut akan menyebabkan: pertama, memicu
membengkaknya belanja negara. Tentunya hal ini bisa menjadi “petaka” manakala
target penerimaan pajak tidak tercapai, pendanaan proyek kekurangan anggaran
dan menyebabkan terhenti proyek tersebut. Biasanya untuk pembiayaan akhirnya
pemerintah terpaksa berhutang. Kedua, pelaku usaha akan menemui ketidakpastian
ekonomi. Ketiga, kepercayaan pasar akan menurun.
Untuk
mengatasi resiko di atas, pemerintah akan mengkonsolidasikan kebijakan fiskal
pada 2017 dengan melakukan pemberian stimulus fiskal secara terukur,
berkualitas, menjaga daya tahan fiskal, serta menjaganya dari defisit. Namun,
pemerintah untuk sementara telah memastikan bahwa APBN 2017 akan mengalami
defisit sebesar Rp. 332 triliun (2,41 %) dari pendapatan domestik bruto (PDB).
Seperti tertera dalam RAPBN 2017, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp.
1.737,6 triliun, sedangkan belanja negara ditargetkan mencapai sebesar Rp.
2.070,5 triliun. (RAPBN Beserta Nota Keuangan 2017).
Terkait
dengan gagalnya penerimaan pajak dari yang ditargetkan, pemerintah punya
pengalaman mundurnya Dirjen Pajak Kemenkeu akhir 2015 lalu. Hal ini membuktikan
bahwa penerimaan yang dipatok pemerintah adalah tanggung jawab besar untuk
mencapainya. Pajak menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Melesetnya target
penerimaan jelas berpangaruh pada banyak hal. Agar target tercapai, pemerintah
akan melakukan kebijakan misalnya, memudahkan layanan perpajakan, penagihan
akan diefektifkan, akses informasi pajak dimudahkan, serta kampanye kepada
masyarakat untuk sadar dan taat pajak.
Mencermati
pernyataan pemerintah, ada indikasi tidak tercapainya target pajak. Pemerintah
juga terkesan “was-was” untuk mencapai target. Tetapi kegigihan dan optimisme
pemerintah pada saat bersamaan juga ditunjukan. Kemenkeu bahkan secara intens
memonitoring kantor-kantor pajak diseluruh daerah untuk memastikan tercapainya
penerimaan pajak.
Dalam
hal belanja negara, beberapa kritik sering ditujukan kepada pemerintah karena
menganggap melakukan belanja tanpa perencanaan yang baik. Tantangan ke depan
adalah saat terjadi pemotongan anggaran, maka tidak ada pilihan lain selain
benar-benar melakukan efisiensi dan penghematan tetapi tak mengganggu program
prioritas. Belanja pemerintah yang tetap sasaran menjadi penyumbang bagi
tercapainya target pertumbuhan ekonomi nasional.
Selanjutnya, terkait
dengan pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah diminta untuk mengenjot
penyerapan anggaran. Pemerintah menawarkan strategis seperti dipercepatnya
waktu dan proses lelang, daftar isian pelaksanaan anggaran APBN, serta pencairan
anggaran di awal tahun anggaran.
Untuk memonitoring
keuangan daerah, pemerintah pusat mendesak agar Pemda penetapkan APBD tepat
waktu dan secara berkala (setiap bulan) melaporkan penerimaan dan kondisi uang
daerah. Laporan berkala tersebut akan menjadi basis bagi pemerintah pusat untuk
membantu mengendalikan penyerapan anggaran daerah, rasionalisasi penyaluran
dana bagi hasil (DBH) dan sebagian dana alokasi umum (DAU).
Pemerintah menyadari
bahwa pada tahun-tahun sebelumnya penyaluran DBH terdapat kekurangan dan proses
penyaluran yang membutuhkan evaluasi. Untuk itu pemerintah akan mempercepat
dana kurang bayar bagi daerah yang belum dibayarkan; membuat formula
penghitungan yang lebih matang; dan menghitung akurasi. Sementara dana alokasi
khusus (DAK) akan lebih difokuskan untuk daerah-daerah tertinggal dan
perbatasan.
Pembangunan
yang direncanakan dalam RKP pemerintah mencakup berbagai berdimensi,
pembangunan manusia dan masyarakat; pembangunan sektor unggulan; pemerataan
kewilayahan; pembangunan hukum dan hankam; serta pembangunan ekonomi. Model
pembangunan yang dikembangkan berbasis pada kerja sama antarkementerian dan
lembaga. Sinergi kementerian lebih diutamakan, sehingga tidak terjadi timpang
tindih progam.
Simpulan
APBN
2017 menjadi harapan bagi Indonesia untuk memperbaiki nasib ekonomi yang belum
kunjung memenuhi harapan. Melalui perencanaan yang baik dan matang, APBN 2017
akan menjadi sinyal perbaikan ekonomi bangsa. Rancana pencapaian terget,
belanja efektif, dan pengelolaan keuangan yang baik harus diwujudkan dengan
kerja nyata. Masyarakat menanti.