Ali Thaufan DS
Tanggal 21 April menjadi hari “istimewa” bagi kaum perempuan. Hari itu,
diperingati sebagai hari tokoh perempuan abadi Indonesia, Hari Kartini.
Perayaan hari Kartini diperingati hampir disetiap instansi. Di perkantoran,
karyawan perempuan mengenakan Kebaya sebagai peringatan hari Kartini. Demikian
juga diberbagai sekolah, para siswi juga menyambut hari Kartini dengan
perlombaan berbusana ala Kartini.
Kartini tidak hanya diingat
dengan karyanya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Lebih dari itu, Kartini menjadi
simbol bagi kaum perempuan Indonesia, perempuan yang mendobrak kejumudan
berpikir tentang konsep egaliter manusia, laki-laki dan perempuan. Nama Kartini
diabadikan menjadi pahlawan nasional, selain juga nama-nama perempuan Indonesia
lainnya seperti Malahayati dan Cut Nyak Dien. Kartini menjadi inspirasi bagi
perempuan Indonesia untuk terus berkarya diberbagai bidang: politik, ekonomi
dan sosial.
Geliat perempuan dalam
politik tercatat dalam sejarah panjang bangsa ini. Tahun 1928 pernah diadakan
Kongres Perempuan. Jauh sebelumnya bahkan, keberadaan organisasi pemuda
seperti: Jong Java (1925), Federasi Pemuda Rakyat Sumatera (1917), dan Jong
Ambon, banyak melibatkan perempuan aktif didalamnya. Pasca Indonesia merdeka, Parlemen mencatat keterwakilan hasil pemilihan
umum, yaitu: Pemilu 1955 sebanyak 5,06%;
1971 sebanyak 7,17%; 1977 sebanyak 8,04%; 1982 sebanyak 9,13%; 1987 sebanyak
11,6%; 1992 sebanyak 12,6%; 1999 sebanyak 11,40%; 2004 sebanyak 11,50%; 2009
sebanyak 18,04%; dan 2014 sebanyak 17,32%. Jika merujuk pada Undang-Undang yang
mendorong keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen, jumlah tersebut masih jauh
dari amanat UU. (Tempo, 18-24 April 2016).
Selain perempuan politik, Indonesia juga mencatat aktivis perempuan lainnya
seperti Sri Mulyani yang menjadi direktur pelaksana bank dunia, Susi Susanti
atlet bulutangkis Indonesia yang pernah mempersembahkan medali emas di
Olimpiade Barcelona 1992. Kini, Indonesia masih punya segudang aktivis
perempuan. Majalah Tempo edisi
Kartini (18-24 April 2016) mencatat sebanyak empat puluh lima perempuan pilihan
yang menjadi “motor” diberbagai bidang.
Diantara empat puluh perempuan tersebut adalah Yosmina Tapilatu yang
menaruh perhatian penuh dibidang pendidikan. Salah satu hasil riset yang
dilakukan adalah menemukan bakteri-bakteri yang menghasilkan eksopolisakarida,
yaitu senyawa penting untuk farmasi dan dunia medis. Selain itu adapula Sheila
Agatha Wijaya, perempuan yang menghabiskan waktunya sebagai perancang busana.
Bahkan, busana hasil kreatifitasnya telah mendunia. Dan, untuk membantunya
dalam merancang busana, Shelia banyak memperkerjakan para penyandang
disabilitas. Hal ini sangat sesuai dengan amanat UU, bahwa penyandang
disabilitas perlu mendapat perhatian dengan mempekerjakannya (lihat misalnya
pada pasal 14 UU Penyandang Cacat tahun 1997).
Selain kedua nama di atas, tercatat pula nama Rosa Dahlia. Ia mencurahkan
waktunya sebagai guru yang mengajar di pulau terbarat Indonesia, Papua. Hati
Rosa sudah mantab untuk membantu anak-anak Papua mengenal pendidikan. Harapannya,
“anak-anak lebih mengenal dunia”.
Para perempuan, seperti yang disinggung di atas adalah sedikit dari banyak aktivis
perempuan berbagai bidang. Semangat memajukan Indonesia ada dalam hatinya.
Mereka meneguhkan semangat Kartini di dunia modern. Meneruskan cita-cita
pendiri bangsa, menuju kemakmuran bersama. Semangat itulah yang harus dicatat
oleh sejarah Indonesia, agar menjadi teladan perempuan selanjutnya.