Oleh: Ali Thaufan DS
Soal Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT), penulis
harus kemukakan ketidaksetujuan akan hal itu. Hal ini penulis kemukakan diawal
dari tulisan singkat ini agar pembaca segera mengetahui posisi penulis dalam
menyikapi LGBT. Penulis yakin, dengan memposisikan diri, tentu ada yang sependapat
dan tidak. Ini sebuah konsekuensi. Sama halnya dengan mereka yang menyatakan
opini untuk mendukung atau menolak LBGT. Tetapi satu hal yang ingin penulis
tegaskan, bahwa penulis selalu menghindari untuk memaki LGBT, sekalipun menolak.
Demokrasi yang menjadi pilihan Indonesia saat ini membawa
banyak konsekuensi, salah satunya adalah kebebasan berekspresi, dalam kaitan
dengan tulisan ini adalah kebebasan ber-LGBT. LGBT tiba-tiba menjadi begitu
marak diperbincangkan –pada Februari 2016. Mereka, komunitas yang berada di
luar mainstream. Dimata masyarakat,
berpasang-pasangan (bersuami-istri) adalah antara laki-laki dengan perempuan,
bukan laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan sebagaimana
diusung LGBT. Itulah sebabnya, “paham” LGBT ini diserbu makian yang begitu
masif dari pakar agama dan juga kesehatan. Meski demikian, masih ada “nyanyian”
yang teguh mendukung paham yang melegalkan pernikahan sejenis kelamin ini.
Diberbagai surat kabar, mungkin sudah ribuan tulisan
mengulas seputar pro dan kontra LBGT. Franz Magnis Suseno misalnya, dalam kolom
Opini harian Kompas (23/2/2016) memaparkan bahwa sudah lebih dari 26 tahun
silam, organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) menyatakan bahwa homoseksual bukanlah
penyakit mental. Seorang yang menjadi homo dan lesbi bukan pilihan, tetap
pembawaan yang bersifat alami dari orang tersebut.
Apa yang menjadi pernyataan WHO tersebut mematahkan argumen
bahwa homo dan lesbi adalah sebuah penyakit psikis (mental). Penulis menduga,
keputusan WHO yang seakan “melegalkan” homo dan lesbi memicu derasnya
pertumbuhan para homoseks dan lesbi diseluruh negara. Terlebih lagi, dimata
dunia, mereka para penganut LBGT memiliki organisasi pelindung bernama Asosiasi
Internasional Lesbian, Gay, Biseksual, Trans dan Interseks (ILGA). Dalam situs
resmi ILGA, disebutkan bahwa mereka menjadi payung bagi para pembela LBGT
diseluruh penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, komunitas-komunitas homo dan
lesbi banyak sekali didapati, sebut saja: GAYa Nusantara di Surabaya dan
Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY) yang kemudian berubah nama Indonesian Gay
Society (IGS). Keberadaan mereka saat ini mungkin tidak seperti tahun-tahun
sebelumnya, yang sembunyi-sembunyi. Kini, keberadaan dan aksi mereka dengan
mudah didapati.
Soal LBGT, Kalangan cendekiawan muslim juga memberikan
pandangan atasnya. Sebagian dari mereka mendukung tetapi kebanyakan menolak. Argumen
yang disajikan para cendekiawan muslim merujuk pada kitab suci al-Qur’an dan
karya-karya klasik para ulama. Penulis tidak akan mengemukakan argumen satu
demi satu yang mereka sajikan. Tetapi apa yang diperdebatkan mereka adalah
bukti bahwa agama Islam sejak masa lampau telah membincang soal homo dan lesbi.
Agama punya perhatian dan penyelesaian terhadap kasus LGBT. Terkait perdebatan
LGBT atas nama agama, penulis lebih menimbang pada aspek etis dan tidak etis,
karena tafsir atas kasus ini beragam, boleh dan tidak menjadi LGBT. Penulis mendapati
perintah menikah bagi laki-laki dalam al-Qur’an adalah “nikahilah perempuan
yang baik...”, bukan nikahilah laki-laki yang baik”. Kitab suci al-Qur’an telah
memberi gambaran betapa pedihnya hukum Tuhan pada kaum nabi Luth yang homoseks.
Meski cerita tersebut ditafsiri berbeda oleh para cendekiawan.
Maraknya LBGT, adalah sebuah kekagetan bagi penulis. Dulu,
saat masih kecil, ketika melihat laki-laki yang menyerupai perempuan atau
sebaliknya (maaf: melihat “banci” atau “becong”) penulis merasa risih sekaligus
takut. Tetapi, penulis tidak mengejek dan mengolok si banci tersebut. Kini,
LBGT begitu marak. Sekali lagi kekagetan penulis tidak untuk memaki dan
mengolok-olok mereka. Mereka para LBGT adalah manusia yang lahir dari rahim ibu,
sama seperti saya dan anda. Mengajak mereka kepada kebaikan dan kenormalan
adalah pilihan utama dan bijak. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk
menghindar dari LBGT, penulis yakin, anda sudah mengetahuinya.