Kamis, 13 Agustus 2015

Belajar dari Kekeringan (Catatan Atas Kekeringan di Indonesia Tahun 2015)

Oleh: Ali Thaufan DS

Pada pertengahan tahun 2015 ini (sekitar Juni hingga Agustus) negara Indonesia sedang dilanda kekeringan akut. Bahkan kekeringan ini diperkirakan hingga akhir tahun. Dari data yang penulis himpun, beberapa daerah seperti Bogor, Garut, Yogyakarta, Winogiri, Jambi dan lainnya mengalami kekeringan dan gagal panen. Beberapa sumur-sumur warga, sungai dan waduk yang ada di Indonesia pun mengalami defisit air bahkan mengering.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menganalisis bahwa musim panas dan kekeringan ini merupakan dampak dari fenomena El Nino. Seperti penulis kutip dari BMKG, “El Nino merupakan suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di samudra Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru)”. Atas kekeringan yang terjadi, pemerintah ambil tindakan mengatasinya. Gelontoran dana daerah dan pusat digunakan untuk membantu daerah yang mengalami kekeringan dan kesulitan air. Tulisan ini berupaya mencermati fenomena kekeringan yang terjadi, serta upaya pemerintah dalam mengatasinya.

Musim kemarau yang panjang dan mengakibatkan kekeringan menjadi musibah bagi banyak kalangan dan lapisan masyarakat. Kesulitan air membuat warga dibeberapa daerah harus berjuang untuk mendapat air. Beberapa masyarakat di Kabupaten Bone harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mendapat sumber air bersih layak pakai. Demikian pula yang terjadi pada masyarakat di daerah Gunung Kidul. Sebagian masyarakat juga harus membeli air bersih karena air bantuan pemerintah tidak cukup memenuhi kebutuhan.

Kekeringan yang melanda Indonesia juga berpotensi terjadinya kebakaran hutan. Badan nasional penanggulangan bencana (BNPB) merilis beberapa wilayah yang sangat mungkin terjadi kebakaran yakni: Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, serta Kalimantan Utara. Bahkan, di Riau menurut data yang penulis kutip dari BNPB terdapat 236 titik rawan kebakaran, yaitu: di Bengkalis 46, Kampar 17, Kuansi 10, Dumai 29, Pelalawan 19, Rokan Hilir 97, Rokan Hulu 11, dan Siak 7. Untuk mengantisipasinya, pemerintah menyediakan beberapa helikopter guna memadamkan titik api yang menyala.

Bagi para petani, kekeringan yang terjadi membuat mereka meradang. Petani di beberapa daerah gagal tanam dan panen. Harian Kompas pada 31 Juli 2015 menyebut bahwa sekitar 111.000 ha lahan pertanian mengalami kekeringan, dan sekitar 8.000 ha mengalami gagal panen. Hal yang sama juga pernah terjadi pada fenomena El Nino pada tahun 1997. Saat itu luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan mencapai 462.130 ha. Meski demikian, pemerintah menjamin akan memberi bantuan air pagi petani yang mengalami sulit air. (Kompas 31/7/2015)

Peristiwa kekeringan ini tentu menjadi pukulan bagi masyarakat. Negara kepulauan yang mayoritas wilayahnya adalah lautan harus mengalami kekeringan. Kedepan pemerintah perlu merumuskan pembangunan strategis guna penanggulangan kekeringan. Di negara maju seperti Amerika Serikat, pembangunan sistem irigasi “Pintar” terus dilakukan. Air sisa dari irigasi komersil dan perumahan tidak dibuang sia-sia, tetapi dilakukan pengolahan untuk dapat dimanfaatkan ulang. Rencana pemerintah Indonesia yang akan membangun waduk dibeberapa daerah memang patut diapresiasi untuk penampungan air sehingga dapat dimanfaatkan saat musim kemarau panjang.


Selain pembangunan strategis untuk penanggulangan dan antisipasi kekeringan, seluruh masyarakat juga bertanggung jawab atas kekayaan air Indonesia. Kampaye hemat air perlu terus disuarakan. Hal tersebut dapat dilakukan pada fasilitas umum seperti Masjid, perkantoran dan pusat perbelanjaan dengan menempatkan slogan “Hemat Air” dikamar mandi (rest room) atau tempat wudhu. Bagaimanapun, air adalah masa depan bagi generasi kita dan penerus. Kekeringan kali ini adalah pelajaran berharga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar