Oleh:
Ali Thaufan DS
Pemilihan
presiden RI untuk periode 2014-2019 telah usai. Segala kesibukan kampanye terbuka
beberapa pekan terakhir tak tampak lagi. Masyarakat yang mendapat hak pilih
telah menyalurkan pilihannya pada capres-cawapres pilihan masing-masing. Harapan
besar ada dalam benak setiap masyarakat akan perubahan Indonesia, tentu saja
menuju cita-cita pendiri bangsa.
Usai
pemilihan di TPS, masyarakat dengan mudah mengetahui hasil pilihan mereka
melalui bermacam media, baik televisi maupun media online. Pada satu sisi hal
ini sangat menguntungkan, tetapi pada sisi lain, hal ini sangat membingungkan. Kebingungan
itu disebabkan beberapa lembaga survey
merilis hasil quick count
berbeda-beda.
Hasil
quick count yang memenangkan Jokowi-JK:
Litbang Kompas:
Prabowo-Hatta 47,66% - Jokowi-JK 52,34%. Lingkaran Survei Indonesia: Prabowo-Hatta
46,34% - Jokowi-JK 53,37%. CSIS-CYRUS: Prabowo-Hatta 48,1% - Jokowi-JK 51,9%. Populi
Center: Prabowo-Hatta 49,05% - Jokowi-JK 50,95%. Indikator Politik Indonesia: Prabowo-Hatta
47,05% - Jokowi-JK 52,95%. Radio Republik Indonesia (RRI): Prabowo-Hatta 47,32%
- Jokowi-JK 52,68%. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC): Prabowo-Hatta
47,09% - Jokowi-JK 52,91%. Pol-traking: Prabowo-Hatta 46,63% - Jokowi-JK 53,37%.
Hasil
quick count yang memenangkan Prabowo-Hatta:
Jaringan Suara
Indonesia (JSI): Prabowo-Hatta 50,13% - Jokowi-JK 49,87%. Indonesia Research
Centre (IRC): Prabowo-Hatta 51,11% - Jokowi-JK 48,89%. Pusat Kajian Kebijakan
dan Pembangunan Strategis (Pupkaptis): Prabowo-Hatta 52,05% - Jokowi-JK 47,95%.
Lembaga Survei Nasional (LSN): Prabowo-Hatta 50,19% - Jokowi-JK 49,81%.
Hasil quick
count per pulau juga memempatkan Jokowi-JK diurutan pertama. Jawa: Prabowo-Hatta
48,65% - Jokowi-JK 51,35%. Bali dan Nusa Tenggara: Prabowo-Hatta 42,83% - Jokowi-JK
53,73%. Sumatera: Prabowo-Hatta 49,32% - Jokowi-JK 50,68%. Kalimantan: Prabowo-Hatta
42,83% - Jokowi-JK 57,17%. Sulawesi: Prabowo-Hatta 42,5% - Jokowi-JK 57,5%. Maluku
dan Papua: Prabowo-Hatta 40,31% - Jokowi-JK 59,69%. (Litbang Kompas)
Dari
sekian lembaga survey yang melakukan quick count, ada yang memenangkan
pasangan nomor urut satu, ada pula monor urut dua. Bagi penulis, hal ini sangat
membingungkan. Masing-masing lembaga survey
mengklaim hasil quick count mereka
kredibel, akurat dan benar. Klaim-klaim hasil survey tersebut berimplikasi pada klaim masing-masing capres. Konferensi
pers yang digelar para capres dengan tim pemenangannya menyampaikan bahwa diri
mereka menjadi “Pemenang”.
Berdasarkan
pengalaman sebelumnya, setiap hasil quick
count dapat dipastikan kebenarannya. 99 persen hasilnya akan sama dengan
hitungan manual oleh KPU. Sebagai contoh, hasil pada pemilu legislatif lalu. Pertanyaan
yang kemudian muncul adalah, apakah ada “oknum bejat” yang memainkan hasil quick count tersebut? Tulisan ini ingin
menganalisa potensi kecurangan yang akan terjadi pasca rilis hasil quick count. Potensi kecurangan tersebut
akan dianalisa dengan, pertama, melihat jumlah kepala daerah yang mendukung
masing-masing capres. Kedua, “perang” statemen klaim kemenangan masing-masing
capres baik oleh tim sukses maupun lembaga survei. Penulis merasa perlu untuk “menyinggung”
kepala daerah karena potensi kecurangan dapat dilakukan pada tingkat KPUD. Sedangkan
alasan perang statemen sebagai potensi kecurangan, penulis dasarkan bahwa
stetemen tersebut kerap menyulut emosi kemarahan dan euphoria pendukung. Hal ini sangat memungkinkan mengarah pada
potensi kecurangan pada penghitungan di KPUD.
Pada
beberapa penyelenggaran Pilkada dan pemilu legislatif, KPUD dinilai kerap
melakukan kecurangan. Dalam catatan penulis ada beberapa KPUD –baik tingkat
Kabupaten/Kota dan Provinsi- bermasalah dan terindikasi kecurangan dalam proses
pemilihan legislatif, yakni: KPUD Yogyakarta, Sulawesi
Selatan, Riau, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Ponorogo,
Depok, Bekasi, Batam, Surabaya dan lain-lain.
Melihat
potensi kecurangan yang pernah terjadi tersebut, maka sangat mungkin kecurangan
tersebut terjadi kembali pada pilpres kali ini. Hal tersebut semakin dikuatkan
bahwa banyak kepala daerah yang turut menjadi tim sukses masing-masing
capres-cawapres. Sekitar 18 kepala daerah berada dibarisan Prabowo-Hatta dan 9
kelapa daerah dibarisan Jokowi-JK. Tapuk kekuasaan mereka di daerah dapat saja digunakan
untuk memanipulasi hasil suara di TPS pada saat suara di KPUD.
Selanjutnya
adalah soal “perang” statemen klaim kemenangan. Sejak kemarin sore (9/7/2014)
sesaat setelah penghitungan usai, perang statemen dimulai. Masing-masing kubu capres
meyakinkan pada masyarakat bahwa dialah pemenang pilpres. Hal tersebut
didasarkan pada hasil quick count. Direktur
Riset SMRC, Djayadi Hanan menyatakan berdasarkan quick count yang dilakukan, Jokowi-JK terpilih sebagai presiden. Pernyataan
kemenangan versi quick count pun juga
dinyatakan kubu Jokowi-JK dengan mendasarkan hasil quick count beberapa lembaga survey.
Pihak Prabowo-HT pun tak mau kalah. Mereka juga menyatakan kemenangan versi quick count lembaga survey mereka.
Statemen
dari kedua kubu capres akan mudah memengaruhi kondisi psikologis pendukung saat
sedang euphoria. Dalam kondisi merayakan
kegembiraan, segala hal yang kontra-kegembiraan akan ditolak. Termasuk hasil
pemilu sekalipun. Seruan masing-masing capres untuk “mengawal suara” dapat diartikan
akan adanya tendensi pada kecurangan. Masing-masing capres mempersiapkan diri
menghadapi kecurangan yang dilakukan oleh “oknum bejat”. Dapat dipastikan
proses penghitungan suara hingga 22 Juli nanti akan penuh dengan suasana panas.
Pemerintah harus menjamin kelangsungan penghitungan suara dengan aman dan
terhindar dari kecurangan.