Senin, 19 Agustus 2013

Kemerdekaan Negara=Kemerdekaan Buruh: Menyudahi Permasalahan Buruh

oleh Ali Topan DS

Sebagai Negara hukum, Indonesia telah mengatur segala hal-hal yang berkaitan dalam lini kehidupan dalam bentuk undang-undang. Salah satunya adalah undang-undang yang mengatur masalah perburuhan. Waktu atau jam kerja, upah dan tunjangan hari raya, pemutusan hubungan kerja dan lain-lain telah diatur dalam undang-undang tersebut.

Undang-undang yang mengatur perburuhan tidak selamanya dipatuhi baik oleh pengusaha, buruh atau bahkan pemerintah. Sebagai contoh gaji buruh yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) pada tahun 2012, bahwa upah buruh di Indonesia termasuk paling rendah diantara negara-negara ASEAN. Upah, sebagaimana tertera dalam UU Nomer 13 tentang Ketenagakerjaan 2003 adalah merupakan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi para buruh/pekerja. Penetapan upah yang diatur oleh Pemerintah dan Dewan pengupahan terkadang tidak memihak posisi buruh.

Persoalan yang kerap muncul dalam dunia perburuhan antaranya adalah kekerasan. Kekerasan pada buruh merupakan tindakan di luar moral kemanusiaan. Bahkan pelakunya dapat dipidanakan. Pada Mei 2013 terjadi kasus kekerasan pada buruh pabrik di Tangerang yang cukup memprihatinkan. Penyiksaan terhadap 36 buruh menambah rapot merah perburuhan di Indonesia serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, perlakuan yang mengekang buruh juga terjadi di Perusahaan Garmen di Cakung, Jakarta. Salah seorang karyawan yang hendak beribadah dilarang oleh Direkturnya. Tidak hanya melarang beribadah, sang Direktur juga tiba-tiba mengambil keputusan untuk memberhentikan karyawan tersebut. Persoalan pernah terjadi di sebuah perusahaan Garmen di Koja Jakarta Utara, ratusan buruh berdemo kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Mereka mununtut agar memerintah menindak tegas perusahaan yang tidak membayar Tunjangan Hari Raya tersebut. Persoalan lainnya yang kerap menjadi tuntutan buruh adalah penghapusan sistem out sourcing. Sistem ini dinilai merugikan posisi buruh, terutama pemotongan gaji buruh.

Dari beberapa persoalan mendasar pada buruh adalah masalah gaji yang tidak sebanding dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Peryataan KPSI sepertinya benar adanya. Bahwa gaji yang diterima buruh terlalu kecil. Hampir setiap peringatan hari buruh, para buruh melakukan aksi demonstrasi menuntut kenaikkan upah mereka. Mereka –para buruh- berdalih bahwa kenaikkan harga kebutuhan bahan pokok telah membuat upah mereka tidak berarti. Jumlah gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan kebutuhan hidup yang semakin mahal

Berkaitan dengan kenaikkan gaji sebesar 50 persen yang diusulkan buruh sepertinya akan menjadi tuntutan utopi. Pasalnya tuntutan tidak terrealisasi secara utuh. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenkertans) hanya merekomendasikan kenaikkan dengan kisaran 20 persen. Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Yusuf Wanadi hanya menyampaikan bahwa pembahasan tersebut akan dilakukan oleh pihak terkait, yakni pemerintah, pengusaha dan buruh.

Terkait tuntutan buruh, semestinya pemerintah dan pengusaha memberi perhatian lebih dalam hal upah buruh. Kenaikan harga kebutuhan pokok pasca kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) salah satu faktor yang tidak bisa dielakkan. Sehingga KHL buruh tidak sebanding dengan pendapatan. Lantaran hal ini, banyak aksi mogok kerja yang dilakukan buruh, yang sebetulnya dapat merugikan perusahan sendiri. Pendapatan buruh yang relatif rendah tersebut menutup mimpi indah buruh –memiliki rumah/tempat tinggal. Dalam kamus buruh pabrik, “memiliki rumah adalah hal yang mustahil”, karena fakta menunjukkan kebanyakan buruh hanya bertempat tinggal di kontrakan dan berpindah-pindah. Perlaukan tidak senonoh terhadap buruh juga harus dihilangkan, karena buruh bisa saja melakukan pemberontakan. Jen Bremen, sosiolog Belanda dalam tesisnya mendorong perlakuan yang manusiawi kepada para buruh agar “kuli-kuli” tersebut mendapatkan hak dari keringatnya. Pada saat bersamaan, buruh harus menunjukkan dedikasi kerja dengan baik kepada perusahaan bersangkutan. Sehingga antara perusahaan dan buruh terjadi hubungan simbiosis mutualisme –saling menguntungkan.
 
Pada hari kemerdekaan –meski bukan di hari buruh- pemerintah sepatutnya memperhatikan kelayakan pendapatan dan hidup para buruh. Spirit kemerdekaan Republik Indonesia adalah spirit kemerdekaan bagi buruh. Buruh bukanlah budak-budak negara layaknya era kolonialisme. Bagaimanapun jasa buruh yang telah bekerja turut serta menyumbang pembangunan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar