Oleh: Ali Topan
“Hei
jangan ragu dan jangan malu, tunjukkan pada dunia bahwa sesungguhnya kita mampu”
-Bangunlah Putra-Putri Pertiwi- by Iwan Fals
Tentu, penulis mencoba memaknai
dengan jernih, bahwa Iwan Fals hendak menyampaikan pesan optimisme bagi
kemajuan bangsa Indonesia. Penggalan lirik diatas menjadi isyarat. Berbagai kritik
ia sampaikan melalui lagu-lagu yang mengelitik telinga pemimpin negeri ini. Jika
saja ia merasa tergelitik. Jika tidak, memang sungguh terlalu.
Sentilan
bagi siapapun yang memimpin negeri ini kerap datang dari seniman dan budayawan.
Masih lekat dalam ingatan kita, bagi yang sudah menyaksikan film “Tanah Surga
Katanya”, ramuan Dedy Mizwar sarat dengan sentilan
pemimpin negeri ini. Beberapa segment atau bagian dari film tersebut
menunjukkan betapa kita –bangsa ini- benar-benar “dipermainkan” tidak hanya
oleh negara lain, tapi juga rakyatnya sendiri. “Emosi terhadap negeri Jiran”
barangkali itu kesan pertama saat setelah menghabiskan menonton film tersebut.
Sungguh, “permainan”
yang digelar ditanah air ini tak kunjung habisnya. Apalagi saat sekarang. Yang katanya,
para “pengibul” politik menyebutnya dengan Tahun Politik. Permainan segera
dimulai. Seperti ibarat Dalang yang mempersiapkan deretan wayang yang akan
dimainkan, lengkap dengan naskah yang dikarangnya. Sang penguasa negeri ini
sepertinya demikian. Aktor-aktor “pewayangan politik” pun mulai tampil di
media, lengkap dengan kasus yang membelitnya. Pada saat yang sama, ia pun “bernyanyi”
dengan rangkain masalah yang disampaikan secara rapi. Tidak puas dengan satu kasus,
muncul kasus yang lain. Kasusnya memang hampir sama, tapi aktornya yang
berbeda. Sungguh, lagi-lagi negeri tercinta dipermainkan oleh segelintir orang “berbibir
manis”.
Jika saja rakyat
menilik jauh, apa yang menjadi dagelan
politik itu sama sekali tidak menguntungkan bagi kehidupan rakyat, terlebih
rakyat pedesaan. Suguhan topik “jatuh saling menjatuhkan” yang menjadi menu
utama di sebagian stasiun televisi tidak berimplikasi pada kemakmuran rakyat. Kemudian,
apa yang disidangkan oleh para pejabat-pejabat di gedung megahnya juga tidak
memberikan rasa keadilan bagi rakyat. Pada saat seperti ini, rakyat sakit hati.
Mereka membalasnya dengan golput saat
hajatan dan pesta demokrasi atau yang terlanjur kita kenal dengan Pemilu. Kali ini
rakyat sudah cerdas. Tidak mau dibodohi orang yang beruang dan punya
kepentingan kelompoknya saja.
Jika kita mengamini
bahwa tahun 2013 adalah tahun dagelan
politik, itu artinya kita masih akan dihadapkan dengan akting para elit dan
penyelenggara negeri ini. Tontonan apalagi yang akan dipertontonan oleh mereka.
Hambalang, Century, kisruh PSSI, Lapindo, penembakan di Papua, pelecehan seks
di sekolah oleh guru dan masih sangat banyak lagi. Hal ini menandakan betapa
anak negeri ini sedang mempermainkan negerinya.
Sungguh prilaku bodoh yang dilakukan dan dipertontonkan. Akan bagaimana nasib rakyat kita esok hari. Yang mencangkul di sawah dan ladang mencangkullah; yang menjala ikan dilaut menjalalah; yang mengajar di sekolah mengajarlah; yang berternak di kebun berternaklah asalkan jangan sekali-kali mempermainkan negeri ini. Arwah para pendiri bangsa dan sesepuh kita akan marah dan tidak rela melihat dagelan politik yang merugikan rakyat. Kini, saat dimana rakyat harus bangkit, pemimpin jangan lagi sibuk urus “kamarmu”, penyelenggara negara harus layani wargamu, pengusaha harus bayar upah pekerjamu dengan adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar