Selasa, 05 Maret 2013

Indonesia, Negeri yang “dipermainkan” Anak Negeri



Oleh: Ali Topan

“Hei jangan ragu dan jangan malu, tunjukkan pada dunia bahwa sesungguhnya kita mampu -Bangunlah Putra-Putri Pertiwi- by Iwan Fals

Tentu, penulis mencoba memaknai dengan jernih, bahwa Iwan Fals hendak menyampaikan pesan optimisme bagi kemajuan bangsa Indonesia. Penggalan lirik diatas menjadi isyarat. Berbagai kritik ia sampaikan melalui lagu-lagu yang mengelitik telinga pemimpin negeri ini. Jika saja ia merasa tergelitik. Jika tidak, memang sungguh terlalu.

Sentilan bagi siapapun yang memimpin negeri ini kerap datang dari seniman dan budayawan. Masih lekat dalam ingatan kita, bagi yang sudah menyaksikan film “Tanah Surga Katanya”, ramuan Dedy Mizwar sarat dengan sentilan pemimpin negeri ini. Beberapa segment atau bagian dari film tersebut menunjukkan betapa kita –bangsa ini- benar-benar “dipermainkan” tidak hanya oleh negara lain, tapi juga rakyatnya sendiri. “Emosi terhadap negeri Jiran” barangkali itu kesan pertama saat setelah menghabiskan menonton film tersebut.

Sungguh, “permainan” yang digelar ditanah air ini tak kunjung habisnya. Apalagi saat sekarang. Yang katanya, para “pengibul” politik menyebutnya dengan Tahun Politik. Permainan segera dimulai. Seperti ibarat Dalang yang mempersiapkan deretan wayang yang akan dimainkan, lengkap dengan naskah yang dikarangnya. Sang penguasa negeri ini sepertinya demikian. Aktor-aktor “pewayangan politik” pun mulai tampil di media, lengkap dengan kasus yang membelitnya. Pada saat yang sama, ia pun “bernyanyi” dengan rangkain masalah yang disampaikan secara rapi. Tidak puas dengan satu kasus, muncul kasus yang lain. Kasusnya memang hampir sama, tapi aktornya yang berbeda. Sungguh, lagi-lagi negeri tercinta dipermainkan oleh segelintir orang “berbibir manis”.

Jika saja rakyat menilik jauh, apa yang menjadi dagelan politik itu sama sekali tidak menguntungkan bagi kehidupan rakyat, terlebih rakyat pedesaan. Suguhan topik “jatuh saling menjatuhkan” yang menjadi menu utama di sebagian stasiun televisi tidak berimplikasi pada kemakmuran rakyat. Kemudian, apa yang disidangkan oleh para pejabat-pejabat di gedung megahnya juga tidak memberikan rasa keadilan bagi rakyat. Pada saat seperti ini, rakyat sakit hati. Mereka membalasnya dengan golput saat hajatan dan pesta demokrasi atau yang terlanjur kita kenal dengan Pemilu. Kali ini rakyat sudah cerdas. Tidak mau dibodohi orang yang beruang dan punya kepentingan kelompoknya saja.

Jika kita mengamini bahwa tahun 2013 adalah tahun dagelan politik, itu artinya kita masih akan dihadapkan dengan akting para elit dan penyelenggara negeri ini. Tontonan apalagi yang akan dipertontonan oleh mereka. Hambalang, Century, kisruh PSSI, Lapindo, penembakan di Papua, pelecehan seks di sekolah oleh guru dan masih sangat banyak lagi. Hal ini menandakan betapa anak negeri ini sedang mempermainkan negerinya.
 
Sungguh prilaku bodoh yang dilakukan dan dipertontonkan. Akan bagaimana nasib rakyat kita esok hari. Yang mencangkul di sawah dan ladang mencangkullah; yang menjala ikan dilaut menjalalah; yang mengajar di sekolah mengajarlah; yang berternak di kebun berternaklah asalkan jangan sekali-kali mempermainkan negeri ini. Arwah para pendiri bangsa dan sesepuh kita akan marah dan tidak rela melihat dagelan politik yang merugikan rakyat. Kini, saat dimana rakyat harus bangkit, pemimpin jangan lagi sibuk urus “kamarmu”, penyelenggara negara harus layani wargamu, pengusaha harus bayar upah pekerjamu dengan adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar