Rabu, 02 Maret 2011

Corak Pemikiran keIslaman Mahasiswa UIN


Islam sebagai suatu ajaran tentang kehidupan manusia merupakan suatu pandangan yang tidak diperdebatkan lagi dikalangan kaum muslim. Akan tetapi bagaimana Islam itu difahami dan diterapkan oleh pemeluknya dalam kehidupan, dalam konteks inilah terletak persoalan yang sebenarnya. Islam sebagai ajaran yang satu, tapi polyinterpretable (pemahaman terhadap Islam itu beragam). Munculnya interpretasi yang beragam terhadap Islam tersebut disebabkan berbagai faktor.

Adapun faktor yang mempengaruhi dan membentuk pemahaman kaum muslim terhadap Islam adalah Situasi sosiologis, cultural dan intelektual. Bisa dikatakan bahwa situasi intelektual dipengaruhi oleh perguruan-perguruan tinggi Islam, pesantren-pesantren baik salafi atau modern atau bakan majelis-majelis pengajian. Dalam hal ini, UIN sebagi Universitas Islam terbesar di Indonesia, tidak tinggal diam dibidang pemikiran serta pemahaman Islam. UIN selalu melahirkan pemikir-pemikir yang kemudian mampu memberi dan mempengarui pemahaman Islam masyarakat Islam Indonesia.

Dewasa ini pemikiran keIslaman di UIN memang kerap menjadi sorotan tajam, terlebih ketika UIN  mendapat klaim sebagai akar tumbuhnya jaringan Islam liberal. Lantas banyak yang mempertanyakan keotentitasan UIN sebagai lembaga perguruan tinggi Islam. Kritik dan bahkan hujatan tak ada henti-hentinya, tidak hanya dari kalangan luar UIN, tapi juga dari dalam kubu internal sendiri. Maka ini menjadi pekerjaan rumah bagi para civitas akademika UIN untuk mengembalikan moral, martabat serta membenahi lembaga yang agak sedikit miring di mata masyarakat.

Kita harus sadar bahwa masyarakat awam akan mengacu pada kaum terdidik, atau katakan lah mahasiswa yang punya background pendidikan Islam. Semisal UIN, sebagai lembaga perguruan tinggi Islam, jika para alumninya kembali ke kampung halaman dan terjun ke masyarakat, jelas mereka akan bertanya tentang Islam kepada para alumni tersebut. Inilah yang sepatutnya menjadi renungan bagi mahasiswa yang mendapat kehormatan untuk mengemban amanat umat.

Dalam menghadapi tantangan zaman modern, umat Islam umumya dan khususnya mahasiswa UIN, harus memahami dan menghayati ajaran Islam yang murni dan kritis terhadap hubungan agama dengan masyarakat yang mengalami perubahan diberbagai segi dan lini kehidupan. Karena sikap kritis tersebut merupakan jalan pembebasan dari berbagai kejumudan intelektual yang membelenggu umat Islam selama ini. Sikap historis dan usaha intelektualisasi atau sumber-sumber doktrin merupakan ciri utama pemikiran Islam modern.

Worldview pemikiran keIslaman mahasiswa UIN sekarang bisa dikatakan mengalami dekadensi. Dari berbagai asumsi menyatakan, bahwa hal ini terjadi sebagai dampak dari life style gaya hidup masa kini, pergaulan hidup tanpa batas, ketakutan mahasiswa untuk lebih inklusif dalam berfikir ditambah lagi kegiatan taqlid yang masih mengakar dan mengekor. Tempo dulu mahasiswa disibukkan dengan kegiatan diskusi ataupun seminar, tapi kini budaya mahal itu terkikis dan tergantikan dengan kesibukan mengunjungi café-café siap saji, tempat hiburan yang menyajikan menu infotainmant serta masuknya budaya barat (tanpa filterisasi) yang hanya membawa hedonism belaka.

Secara tidak langsung fakta diataslah yang menjadi foible pemikiran keIslaman mahasiswa. Dan yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mampukah UIN sebagai perguruan tinggi Islam terbesar di Indonesia untuk menyegarkan kembali khazanah pemikiran Islam serta melahirkan kembali pemikir-pemikir sekaliber Cak Nur, Gus Dur, Amin Rais, Harun Nasution dan kawan-kawannya?

Tidak bisa kita nafikan, meski banyak kritik terhadap terhadap pemikiran mahasiswa atau bahkan dosen-dosen UIN, tapi beragam model pemikiran yang tumbuh berkembang. Pemikiran mahasiswa tidak lepas dari penawaran pemikir-pemikir Islam kontemporer maupun klasik baik pada tingkat dalam negeri maupun luar negeri. Pemikiran dalam negeri lebih di dominasi oleh para alumnus UIN sendiri, atau orang-orang yang pernah berkecimpung di UIN, seperti, Cak Nur, Azumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Harun Nasution, Din Syamsuddin dan rekan-rekannya.

Sedangkan dari pemikir luar negeri, sebut saja, Arkoun, Hasan Hanafi, Nasr Hamid, Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani serta beberapa dari pemikir barat. Mereka mampu memberikan dan mempengaruhi corak pemikiran mahasiswa. Seperti wacana “kritik nalar Islam” yang dikemukakan Arkoun yang bertujuan pembebasan dari berbagai keterbatasan dan kejumudan yang menghalangi tantangan zaman modern. Inilah yang menjadi pendorong mahasiswa terus melakukan kontemplasi pemikiran atas tanggung jawab yang sangat besar terhadap Islam.

Selain itu Arkoun juga mengemukakan bahwa manusia umumnya dan umat Islam khususnya, cenderung terpecah menjadi aneka kelompok yang berpegang secara teguh dan kaku pada doktrin masing-masing dan menutup diri pada kelompok serta pendapat orang lain. Dengan “kritik nalar Islam”, maka umat Islam dapat melampaui keadaan yang sangat merugikan itu. Dan pada akhirnya Arkoun mencita-citakan suatu cara berfikir baru yang menggabungkan semangat keagamaan yang paling kuat bertahan didunia Islam dan sikap rasional juga kritis yang kini paling kuat didunia barat.

Selain mengacu pada pemikiran Arkoun, mahasiswa UIN juga mencoba mengadopsi beberapa pemikiran Hasan Hanafi. Dimana ia mengembangkan suatu ideologi pembebasan yang mengilhami umat Islam untuk melampaui segala masalah sosial politis yang dialaminya pada masa kini, dengan bertolak dari tradisi pemikiran Islam. Pemikiran Hanafi menjawab pencarian umat Islam akan pandangan dunia yang memberikan harapan masa depan yang lebih baik dan sekaligus menegaskan identitas umat.

Meski demikian mahasiswa UIN tidak mengesampingkan para pemikir klasik. Mahasiswa juga banyak mengacu pada kerangka berfikir mereka. Hal ini yang menjadi keunggulan tersendiri bagi mahasiswa karena mampu mengadopsi dan menyatukan “duality of thought”, antara modern-klasik tanpa melakukan dikotomi dan disaprobasi terhadap salah satu tipe pemikiran. Dapat dilihat dikalangan mahasiswa, ada sebagian dari mereka yang sangat radikal dan ekstrem. Tapi tidak sedikit dari mereka yang moderat atau bahkan liberal dalam pemikirannya.

Jika dikaji ulang maka ini adalah buah yang dihasilkan dari beragam pemikiran yang ada dan tumbuh berkembang di UIN. Dan keberagaman pemikiran ini adalah bukti kebangkitan rohani, karena dengan semakin berkembangnya pemikiran menandakan keseriusan mahasiswa dalam mengeksplorasi khazanah keilmuan Islam. Dawam Raharjo pernah mengatakan bahwa “perbedaan dalam pemikiran keIslaman bukan berarti mengerucutkan umat Islam pada perbedaan yang selalu membuahkan perpecahan. Karena dasar dari banyaknya perbedaan persepsi itu adalah upaya untuk mencari kebenaran. Maka kita mendapat tuntutan untuk lebih memahami dan menghormati perbedaan”.

Pada era globalisasi yang terus ngelundung serta derasnya kultur budaya barat yang masuk sekarang ini, mahasiswa mendapat tuntutan untuk berfikir rasional. Ilmu dan budaya serta hampir semua sendi-sendi kehidupan umat manusia mengalami perubahan yang amat dahsyat. Perubahan ini juga ikut mengubah cara pandang,  pemikiran dan pemahaman mahasiswa tersebut terhadap realitas dunia. Maka mustahil rasanya jika corak dan nuansa pemikiran keagamaan keIslaman mahasiswa tidak ikut berubah seiring dengan arus perubahan yang terjadi. Perubahan masyarakat yang berlangsung semakin cepat mendorong dan mendorong mahasiswa untuk menggali lebih dalam Al-Qur’an dan Hadis mengenai hal-hal yang relevan dengan keadaan yang kontemporer.

Para pemikir Islam rasional seperti Harun Nasution misalnya, memiliki pikiran-pikiran keagamaan yang terfokus pada kenyataan bahwa Al-Qur’an tidak memberikan paduan-paduan kehidupan secara detail. Karenanya ijtihad menjadi sangat penting maknanya sebagai mekanisme untuk melakukan interpretasi atau reaktualisasi atas doktrin ajaran Islam. Dalam hal ini, mahasiswa perlu untuk mempertimbangkan pentingnya aspek-aspek lokal, kontekstual dalam pengembangan pemikirannya. Dan ini merupakan kekayaan Islam yang tiada berbanding. Ajaran Islam sangat fleksibel bisa diterima dikalangan luas lapisan masyarakat.

Obsesi Harun Nasution kepada Islam rasional, paling tidak mempunyai relevansi dalam dua hal. Pertama, dalam hal pemperkenalkan etos rasionalitas dalam pemikiran Islam. Dampak rasionalitas dalam pemikiran Islam ini adalah pembebasan manusia dari hal-hal yang bersifat mitologis. Kedua, mencari pandangan-pandagan Islam mengenai kapasitas manusia yang mempunyai kebebasan (free will, free act). Keberadaan Harun Nasution dalam pemikiran Islam pada lingkar mahasiswa UIN ialah jasanya yang besar dalam membuka agenda akal dalam memahami wahyu yang memberikan dasar-dasar rasionalitis yang kuat bagi munculnya intelektualisme Islam di UIN.

Dengan mengacu pada pemikiran Harun Nasution, kini UIN mampu melahirkan mahasiswa intelektual yang elegan. Dimana mahasiswa mampu berfikir dan menerima pendapat yang rasional tentang pemahaman Islam. Tapi yang menjadi disilusi adalah ketika mahasiswa jumud dalam pemikiran keIslaman, menikmati belenggu fanatisme golongan  serta menganggap perbedaan pemikiran adalah kekeliruan yang fatal.
Pada akhir tulisan ini, saya ingin membanggakan diri (meski hanya tiga menit) dan seluruh mahasiswa UIN. Dari masa ke masa, UIN bagai menurunkan hujan deras yang mengakibatkan banjir besar dengan munculnya pemikir-pemikir yang  memberi warna nuansa keIslaman. Bagai ayam yang menetaskan telurnya, UIN telah melahirkan gembong-gembong yang berteriak dengan suara lantang ditengah “ledakan partisipasi”. Dari IAIN hingga sekarang menjadi UIN, sungguh luar biasa para pemikir yang lahir dari tanah Ciputat ini. Usaha merekonstruksi tak ada henti-hentinya. Patah tumbuh hilang berganti, sebelum mati sudah ada gantinya, inilah yang selalu tersuarakan dalam hati. Dedikasi para pemikir UIN tidak akan lenyap begitu saja meski jasad dan raganya telah terpendam di bumi Tuhan.

Dengan penuh optimisme, saya yakin mahasiswa UIN tidak sekedar mewarnai Indonesia yang banyak dikatakan orang sebagai cuilan surga. Karena usaha peningkatan kualitas terus diupayakan. Maka akhirnya bumi Tuhan ini pun akan tersenyum dengan bermunculannya anak-anak UIN yang telah sampai pada citanya dengan menancapkan panji-panji Islamiyah.








Ciputat, 10 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar