Kamis, 19 April 2018

Kader Partai Politik Islam Berebut Cawapres


Oleh: Ali Thaufan DS (Peneliti Parameter Politik Indonesia)

Kandidat calon Presiden-Wakil Presiden dari partai politik Islam untuk Pemilu 2019 tak mampu bersaing dengan capres-cawapres dari partai “nasionalis”. Pasalnya, dari berbagai survei elektabilitas capres-cawapres, kandidat yang diunggulkan masih dua figur partai nasionalis: Joko Widodo (PDI-Perjuangan) dan Prabowo Subianto (Partai Gerindra).

Menurut Ahmad Muqowam (2011:133) dan juga Abdul Mu’ti (2011:209), keberadaan seorang figur dalam partai politik sangat penting. Selain dapat menjadi sosok pemersatu, adanya figur juga dapat mendongkrak suara dalam Pemilu. Namun patut menjadi catatan, ketergantungan terhadap figur tertentu pada satu sisi juga tidak baik terhadap demokratisasi parpol karena bergantung pada figur membuka ruang praktik oligarki.

Hingga April 2018 atau satu tahun jelang Pemilu, kandidat capres-cawapres yang muncul dari partai Islam antara lain: Muhaimin Iskandar (PKB), Zulkifli Hasan (PAN), Romahurmuzy (PPP), Yusril Ihza Mahendra (PBB), dan PKS mengusulkan Sembilan kader mereka sebagai capres maupun cawapres, yaitu: Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al-Jufrie, Tifatul Sembiring, Al-Muzammil Yusuf, dan Mardani Ali Sera.

Nama-nama kader dan tokoh partai Islam semisal Muhaimin Iskandar (PKB), Zulkifli Hasan (PAN), Romahurmuzy (PPP) serta Anis Matta (PKS) termasuk kader dari partai Islam yang cukup agresif berkampanye sebagai kandidat bakal capres maupun cawapres. Namun, kader-kader partai Islam ini sepertinya sulit bersaing dengan Jokowi dan Prabowo. Oleh sebab itu, pertimbangan rasional politik mereka memilih untuk menjadi cawapres Jokowi ataupun Prabowo.

Komunikasi intensif sebagai upaya untuk menduetkan tokoh partai Islam ini baik dengan Jokowi maupun Prabowo mulai dan akan terus dilakukan hingga waktu pendaftaran capres 4 Agustus 2018 nanti. Muhaimin misalnya, secara terang dan tegas menyatakan kesediaannya menjadi cawapres Jokowi. Ia telah merasa nyaman koalisi dengan Jokowi seperti sekarang ini. Tak hanya memasang spanduk, dalam berbagai kesempatan ia menyatakan keyakinannya akan dipinang Jokowi sebagai cawapres. Keinginan Cak Imin –sapaan akrab Muhaiman- adalah hasil permintaan kader PKB serta nasihat kyai-kyai Nahdatul Ulama (NU).

Selain Cak Imin, PKS juga mulai “bermanuver” meminta Prabowo menjadikan kader PKS sebagai cawapresnya. Sama seperti yang dinyatakan Cak Imin perihal kenyamanan berkoalisi dengan Jokowi, PKS juga merasakan kecocokan berkoalisi dengan Prabowo selama 3 tahun belakangan ini. Sebagai partai oposan, PKS dan Gerindra selalu menjadi kemesraan bersama. Kuatnya permintaan PKS pada Gerindra untuk menjadi cawapres Prabowo bukan tanpa alasan. Pasalnya, diberbagai daerah yang menggelar Pilkada 2018, PKS juga berkoalisi dengan Gerindra dalam mengusung calon kepala daerah. Gerindra dan PKS sudah berkoalisi di lima daerah tingkat provinsi di Pilkada 2018 yaitu: Jawa Barat, Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara dan Jawa Tengah.

Melihat konfigurasi peta politik jelang Pemilu 2019, kader-kader partai Islam belum menjadi figuran utama sebagai capres di Pilpres. Parpol-parpol Islam hanya mampu memasang target kadernya sebagai calon RI-2, cawapres. Banyak pihak-pihak menyayangkan ketidakmampuan partai Islam memunculkan capres. Pasalnya, jumlah parpol Islam baik yang secara azas mencantumkan Islam maupun partai Islam berbasis massa ormas Islam tidak sedikit. Upaya membentuk poros pencapresan baru di luar Jokowi dan Prabowo yang sempat berkembang ternyata segera layu. Setidaknya, ketidakmampuan menghadirkan capres dari partai Islam menjadi kritik internal partai-partai tersebut.

Meski tak mampu bersaing memunculkan kader dilevel capres, figur atau tokoh kader partai Islam akan sangat menentukan tingkat elektabilitas paslon capres-cawapres nanti. Hal ini disebabkan jumlah pemilih Indonesia masih didominasi beragama Islam. Oleh sebab itu, penulis memprediksi bahwa baik Jokowi maupun Prabowo akan memilih kader dari partai Islam. Duet pasangan “nasionalis-Islam (religious)” akan muncul dalam Pemilu 2019 nanti. Hal ini bukan sesuatu yang baru, beberapa capres-cawapres Pemilu sebelumnya juga berupaya memunculkan pasangan “Nasionalis-Islam” atau “Islam-Nasionalis”. Pada Pemilu 2004 misalnya, muncul pasangan Megawati (nasionalis) dengan Hasyim Muzadi (Islam), Wiranto (Nasionalis) dengan Shalahudin Wahid (Islam), dan Hamzah Haz (Islam) dengan Agum Gumelar (Nasionalis).

Isu-isu keagamaan yang sering dimunculkan akan menjadi pertimbangan bagi kandidat capres untuk mengambil cawapresnya dari tokoh atau kader parpol Islam. Pada Pemilu 2014 serta Pilkada 2017 lalu, kampanye berbasis isu agama masih marak terjadi, dan secara elektoral sangat berpengaruh terhadap pemilih. Hadirnya tokoh dan kader partai Islam dalam pentas Pilpres meskipun sebagai cawapres dinilai mampu mendinginkan suasana panas kampanye yang dipenuhi polarisasi sosial bahkan fitnah yang kejam.

2 komentar:

  1. Manteb... Nggu figur sperti antum indonesia tad...hehehe

    BalasHapus
  2. hehe. ente bisa aja sul. moga2 ada figur yang pas dan baik

    BalasHapus