Oleh:
Ali Topan DS
“Artis yang tersandung
kasus Narkoba dilarang tampil di televisi” –Fraksi PKS-
Penyalahgunaan
obat-obat terlarang atau yang akrab di masyarakat luas dengan sebutan narkoba
sudah menjadi bagian dari budaya dan trend
kaum muda belakangan ini. Tidak seperti dulu, narkoba hanya menyentuh kalangan wong sugih, tapi sekarang, narkoba
sampai pada wong-wong mlarat. Atau,
narkoba bukan lagi “Simbol” pergaulan kaum hedonism.
Pengguna
narkoba di Indonesia sendiri mengalami kenaikan yang cukup pesat dan
mengagetkan. Melalui situs resmi, Kompas
menyebutkan pangguna narkoba pada tahun 2012 mencapai 5 juta orang. Sementara Tempo menyebut angka pengguna narkoba pada
tahun 2012 mencapai 3,8 juta dan semua didominasi oleh anak-anak muda
Modus
penjualan barang “haram” ini bermacam-macam. Vulgarnya arus informasi kemudian
dimanfaatkan oleh para pedagang barang berbahaya ini. Mulai dari “Narkoba go to School and Campus” dengan
sasaran pelajar dan mahasiswa; penjualan di situs-situs internet yang secara “telanjang”
menginformasikan; instansi pemerintahan; hingga di lembaga pemasyarakataan
alias penjara.
Narkoba
memang ibarat pelarian bagi orang yang dangkal, dangkal moral, pengetahuan dan
segalanya. Kenyataan ini kemudian diperparah dengan gaya hidup yang berjargon “lo gak gaul tanpa narkoba”. Sehingga tidak
jarang pengguna narkoba kemudian merasa dirinya orang yang paling up to date dengan mode gaya hidup
kekinian. Rekan, teman dan kerabatnya ia “racuni” dengan dogma bahwa life enjoy with narkoba.
Dengan
meneguk pil coplo itu alis ngepil, penggunanya terbawa oleh ilusi
psikologis. Ia kemudian terpagari oleh “nikmat” yang selalu ditagih. Penggunanya
tak sadar bahwa ia diperdayai kenikmatan sesaat. Dengan dalih untuk mengejar
pengalaman yang menyenangkan; mengatasi masalah yang membuat stress dan ajakan
lingkungan/kelompok, ia merelakan rupiah untuk mendapatnya. Tentu saja yang
lebih parah, ia harus merelakan kesehatan jasmaninya digerogoti barang haram
tersebut. Dalam ilmu medis, narkoba dipastikan merusak fungsi vital organ tubuh
seperti, otak, jantung, hati, pernapasan, peredaran darah dan lain-lain.
Pada
saat yang bersamaan, selain narkoba menjadi budaya baru anak muda masa kini,
segelintir orang yang dijadikan figur oleh publik juga menunjukkan bahwa ia
pengguna narkoba. Sebut saya artis atau politisi. Mereka kerap muncul di
televisi dan menjadi tontonan publik. Saat ia menggunakan narkoba, secara tidak
langsung “orang yang dangkal” akan dengan mudah mengikuti dengan bangganya. Meminjam
istilah Emha Ainun Najib, bahwa narkoba itu adalah penipuan untuk mencapai pseudo happiness yang subyektif atau
formula takhayul. Bahayanya pun tidak
dirasakan sendiri (pengguna) tetapi juga masyarakat lainnya.
Jika sudah seperti ini keadaan anak-anak muda bangsa ini, maka kita harus siap memasuki era dan babak baru, “zaman narkoba”. Yang dijadikan figur “meracuni” dengan contoh penggunaan narkoba, masyarakatnya tidak sadar atas “racun” itu. Titik klimaks dari bahaya narkoba adalah, butuh kesadaran secara “berjamaah” akan bahaya racun budaya masa kini itu, narkoba. Bahwa narkoba itu hanyalah iming-iming setan yang memabukkan, tidak menyehatkan.