Kamis, 24 Mei 2012

Reformasi 98: Proyek yang Tak Terselesaikan


Pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Disusul tanggal 21 Mei sebagai Hari Reformasi. Kedua tanggal di atas menjadi bagian sejarah Indonesia, terlebih bagi para pelaku, actor gerakan reformasi 1998. Kini, 14 tahun sudah reformasi bergulir. Pasca reformasi, banyak pihak yang merasa diuntungkan dengan tumbangnya rezim otoriterianisme ala Pak Harto. Demikian juga sebaliknya, tidak sedikit yang mengecewakan reformasi karena Indonesia tetap “gini-gini aja”, jauh dari cita-cita reformasi.
Agenda reformasi 1998 sangat erat dengan upaya melengserkan Presiden Suharto dari tahta nya, sebagai orang nomor wahid di Indonesia. Menurut Ali Yafi, definisi reformasi cukup sederhana, Pak Harto turun. Nurchalis Majid, Abdurrahman Wahid dan Amin Rais adalah bagian dari kalangan tokoh bangsa yang turut mendesak turun Pak Harto. Hampir semua orang pintar –cendekiawan- bangsa ini pada waktu mengamini dan menginginkan hal itu.
Proyek reformasi 98 memang focus pada upaya penurunan Pak Harto dari jabatannya sebagai Presiden. Akan tetapi agenda atau proyek reformasi 14 tahun silam tidak sesederhana itu. Karena, jika dikatakan bahwa reformasi adalah upaya untuk menurunkan Pak Harto, maka agenda reformasi telah usai pasca 21 Mei 1998. Dimana kala itu ia (Pak Harto) secara resmi dan terbuka mengundurkan diri.
Beragam alasan dalam tuntutan turunnya Pak Harto. Praktik KKN barangkali yang menjadi alasan utama. Selain juga isu tentang kejahatan HAM, hanya, tampaknya kurang banyak disentuh. Kasus ini menjadi bagian dari proyek reformasi 98 yang harusnya diselesaikan pemerintah. Akan tetapi, mengenai praktik KKN, Pak Harto beserta seluruh keluarganya, kroni dan pengikutnya dibebaskan dari segala tuntutan hukum oleh Presiden periode SBY-JK.
Jika dilihat satu dari dua kasus diatas (korupsi dan kejahatan HAM), maka hari ini bangsa Indonesia agaknya berat untuk mengatakan “Reformasi telah selesai”. Mungkin yang ada adalah “Reformasi kita tak terselesaikan”. Persoalan atau kasus korupsi tidak kunjung lenyap dari mata dan telinga kita. Berita terkait kasus tersebut selalu saja dapat kita lihat dan dengar. Korupsi hampir meliputi aspek pemerintahan, tidak hanyak di pusat, tetapi di daerah pun demikian. Pejabat Negara yang terjerat kasus korupsi masih dapat tersenyum didepan public sambil berdalih ia terjebak dalam scenario politik; tidak tahu menahu tentang uang dan berbagai alasan lainnya. Apakah para pejabat Negara ini sudah tidak bisa membedakan mana uang “terima kasih” dan uang korupsi?. Mana uang rakyat dan uang upahnya?.
Selama kasus korupsi masih menjangkit para pejabat Negara ini dan persoalan kejahatan HAM, maka selama itu pula bangsa ini gagal mewujudkan cita-cita reformasi 1998.